Rabu, 08 Juni 2011

indahnya kebersamaan

Ikhwan Fillah, Melewati lorong waktu, menyusuri jalan kehidupan di dunia yang penuh liku dan tipu daya, bukit terjal dengan batu-batu yang tajam yang siap meluluhlantahkan semangat mencari kebenaran Illahi tidaklah bisa kita lewati dengan sendirian. Akan tetapi, kita harus melaluinya dengan kebersamaan. Kebersamaan inilah yang akan mengakibatkan kita mampu melewati,mengarungi bahtera kehidupan di dunia ini dengan mudah dan selamat menuju tempat yang kita nanti-nantikan, yaitu syurga yang Allah muliakan.

Ikhwan Fillah,
Kebersamaan yang hakiki adalah kebersamaan yang bersandarkan kepada tali (buhul) Allah Swt. Kebersamaan yang akan mengantarkan kita kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

Allah Swt. memberitakan bahwa hanya kebersamaan, persahabatan dan pertemanan yang didasari atau dilandaskan iman dan takwalah yang langgeng/abadi. Allah Swt berfirman, ”Teman-teman akrab pada hari itu (hari kiamat) sebagian menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Az Zukhruf : 67). Selain firman Allah tersebut, Ibnu Katsir mengatakan bahwa seluruh persahabatan yang tidak karena Allah pada hari kiamat akan berubah menjadi permusuhan. Begitu pula senada dengan pesan Rasul Saw dalam haditsnya bahwa kita akan dibangkitkan pada hari kiamat bersama orang-orang yang kita cintai.

Ihkwan Fillah,
Cobalah renungkan! Siapakah sebenarnya teman kita di dunia ini? Siapakah orang-orang yang kita cintai? Siapakah orang yang dekat dengan kehidupan kita? Siapakah yang selalu menyejukkan hati kita? Apakah orang yang dekat dengan kehidupan kita itu adalah orang yang senantiasa mengingatkan kita ketika kita melakukan dosa dan maksiat? Shalehkah ia? Apakah ia senantiasa mengajak kita untuk berjuang dan berjihad di jalan Allah Swt?

Ikhwan Fillah,
Mari kita renungkan. Banyak kisah yang ditinggalkan oleh sahabat, para tabiin, dan salafushaleh agar menjadi pelajaran bagi kita betapa pentingnya persahabatan dan pertemanan yang berlandaskan iman dan takwa. Salah satu kisah tersebut adalah seperti yang dikisahkan oleh Ali bin Abi Thalib, yaitu tentang kehidupan dua orang sahabat yang meninggal dunia dan bertemu kembali di alam akhirat. Salah satu ruh itu memuji ruh yang lain dengan ungkapan,”Dia adalah sebaik-baik teman, sebaik-baik saudara, sebaik-baik sahabat.” Itulah pertemuan yang sangat indah dan mengesankan.

Begitulah kira-kira keadaan mereka setelah meninggal dunia. Mereka bertemu di alam dunia dalam nuansa berjuang di jalan Allah dan bertemu kembali di alam akhirat dengan penuh kebahagiaan yang tiada terhingga.

Ikhwan Fillah,
Marilah kita tata persahabatan dan pertemanan dengan orang-orang shaleh di sekitar kita dengan penuh tawadhu dan kehati-hatian. Berusahalah untuk senantiasa waspada sehingga tidak menyimpang dari jalan Allah Swt dan jangan sampai membuat kesenjangan diri kita dengan orang-orang shaleh di antara kita. Berhati-hatilah kita bila kita dibenci oleh hati-hati orang-orang beriman, yaitu ketika kita bermaksiat kepada Allah dalam keadaan sendiri lalu Allah menghujamkan kemarahan-Nya dalam hati orang-orang beriman tanpa kita sadari.

Ikhwan Fillah,
Sesungguhnya kemarahan orang-orang beriman akan membuat kita sengsara. Kebencian mereka adalah pangkal kesempitan dan kesengsaraan, serta penderitaan. Mengapa demikian? Karena mereka sebenarnya yang dapat mengubah dunia muram durja menjadi indah dan terang benderang. Mereka senantiasa menasehati dengan kalimat-kalimat yang menentramkan dan selalu menjadikan kita berada dalam keridhaan Allah Swt dan tidak terlalu jauh menyimpang dari jalan Allah Swt. Merekalah yang selalu menengadahkan kedua telapak tangannya di kala malam nan gelap gulita lagi sunyi hingga memberi kekuatan iman dalam diri kita.

Ikhwan Fillah,
Bila kita bersahabat dengan orang-orang yang beriman nan shaleh, akan mampu mendekatkan kita kepada Allah Swt. Begitu pula sebaliknya, kesalehan kita akan mendekatkan diri kita kepada mereka. Ingatlah sabda Rasul Saw tentang doa seorang mukmin di tengah malam yang dijamin dan diterima Allah Swt.

Ikhwan Fillah,
Semoga Allah menghimpun dan menempatkan kita di tempat yang Allah muliakan bersama golongan orang-orang yang shaleh. Insya Allah dengan ridha-Nya, syurga yang Allah muliakan akan kita dapatkan. Amin.

Wallahualam bishawab

karakter pemimpin

Menjadi pemimpin adalah impian setiap orang, bahkan menjadi pemimpin terkecil dalam rumah tangga juga impian. Kita semua adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang kita pimpin.
Seorang pemimpin sejati, harus mampu meningkatkan kemampuan dirinya untuk memuliakan orang-orang yang dipimpinnya. Dia menafkahkan lebih banyak harta dan segenap kemampuannya. Dia bekerja lebih keras dan berpikir lebih kuat, lebih lama, dan lebih mendalam dibanding orang yang dipimpinnya. Bukan sebaliknya, pemimpin yang selalu ingin dilayani, selalu ingin mendapatkan dan mengambil sesuatu dari orang-orang yang dipimpinnya. Agar mampu menjadi pemimpin yang baik, khususnya pemimpin rumah tangga, secara singkat kami berikan tips kebiasaan pemimpin yang efektif:
Berpikir Win-Win Solution.
Pemimpin yang efektif akan selalu berpikir menang-menang untuk mendapatkan solusi yang terbaik. Tidak ada yang kalah atau menang, semuanya harus menang, semuanya harus maju, semuanya harus sukses, tanpa merendahkan orang lain. Proaktif.Pemimpin yang sejati akan selalu “menjemput bola” bukan sebaliknya hanya diam menunggu bola. Dirinya tidak menunggu perintah atau arahan dari pimpinan puncak, melainkan mencari-cari cara yang inovatif dan kreatifitas dalam memimpin.Dahulukan yang utama.Seorang pemimpin akan mengerjakan hal-hal sesuai skala prioritas. Hal utama yang paling mendesak, itulah yang didahulukan untuk diselesaikan. Bukan mengerjakan hal yang kurang mendesak dalam mengambil keputusan. Ini semua dilakukan untuk mengefisienkan tenaga, waktu dan pikiran, demi mencapai target yang diinginkan. Mengerti dulu, baru dimengerti

Keberadaan seorang pemimpin yang efektif harus bisa mengerti orang lain terlebih dahulu. Setelah ia memahami dan mengerti orang lain, dengan sendirinya orang akan memahami dirinya. Karena kalau terus menerus memaksakan ingin dimengerti akan merusak hubungan harmonis antara seorang pemimpin dan yang dipimpin.

organisasi modern

TEORI ORGANISASI MODERN
October 31st, 2009 • Related • Filed Under
Filed Under: Umum

Teori organisasi modern terkadang disebut juga sebagai analisa sistem pada organisasi yg merupakan aliran besar ketiga dalam teori organisanisasi dan manajemen.

• Teori Organisasi modern memandang
semua unsur organisasi sebagai satu
kesatuan.
• Sistem Terbuka menyesuaikan diri
dengan perubahan-perubahan lingkungan.

Dasar Pemikiran
Teori Organisasi Modern
1. Teori klasik memusatkan pandangannya pada analisa dan
deskripsi organisasi, sasaran organisasi dibagi menjadi bagian bagian yang lebih kecil sesuai hakikat pekerjaannya.
2. Teori Modern menekankan pada perpaduan dan perancangan,menyediakan pemenuhan suatu kebutuhan yang menyeluruh.
3. Ilmu pengetahuan klasik telah membicarakan konsep koordinasi,
skalar dan vertikal.
1. Teori neoklasik menekankan pentingnya aspek perilaku manusia
dalam organisasi.
2. Teori modern memadukan teori klasik dan neoklasik dengan konsep
yang lebih maju
Teori klasik bersifat tertutup
Teori modern bersifat terbuka (berdasarkan analisa konseptual,dan didasarkan data empiris, serta bersifat sintesa dan integratif.

Teori sistem umum dan teori modern
• Kesamaan teori sistem umum dan teori
modern :
1. Bagian-bagian dalam keseluruhan dan
pergerakan individu di dalam dan di luar
sistem.
2. Interaksi individu-individu dengan lingkungan
yang terjadi dalam sistem
3. Interaksi di antara individu-individu dalam
sistem
4. Masalah-masalah pertumbuhan dan stabilitas sistem

Teori organisasi modern mempunyai
kesamaan dengan teori sistem umum
dalam memandang organisasi menjadi
sesuatu yang terintegrasi.

• Teori sistem umum membicarakan setiap
tingkat sistem.

• Teori sistem modern memusatkan diri
terutama pada tingkat organisasi manusia

perkembangan teori organisasi umum yang telah dibahas ,memberikan dasar munculnya berbagai pendekata manajemen yang berbeda-beda ,adapun pendekatan-pendekatan menejemen tesebut ialah :

1.pendekatan prosses ,pendekatan ini disebut juga sebagai pendekatan fungsional operasional, universal dan tradisional,
• Teori klasik
Adanya fungsi manajemen (Fayol):

1. Perencanaan

2. Pengorganisasian

3. Pemberian perintah

4. Koordinasi

5. Pengawasan

• Terdapat 4 prinsip pendekatan klasik :

1. Kesatuan perintah

2. Persamaan wewenang dan tanggungjawab

3. Rentang kendali yang terbatas

4. Delegasi pekerjaan-pekerjaan rutin

2.pendekatan keperilakuan(behavior approach),pendatan ini sering disebut pendekatan hubungan manusiawi(human relation approach),

• Teori neoklasik

• Pendekatan hubungan manusiawi

• Menambahkan aspek sosiologi dan
psikologi pada teori klasik

3.pendekatan kuantitatif (quantitative approach ) sering dinyatakan dengan istilah management science ataupun operator research.
• Masalah manajemen dirumuskan dalam model matematis untuk memperoleh hasil yang optimal.

4. pendakatan sistem

• Pendekatan Modern

• Pendekatan ini memberikan kepada manajemen cara memandang organisasi
secara keseluruhan dan sebagai bagian lingkungan eksternal yang lebih luas.

5.pendekatan contigency(situasional)

• Para teoritisi menyalahkan para praktisi tidak menerapkan konsep atau teknik seacra tepat, sebaliknya para praktisi menuduh para
teoritisi tidak realistik.

• Pendekatan contongency menjembatani gap antara praktisi dan
teoritisi. Selain itu juga memasukkan variabel-variabel lingkungan dalam analisisnya.

• Jadi pendekatan contingency muncul karena ketidakpuasan atas anggapan universalan dan kebutuhan untuk memasukan berbagai variabel lingkungan ke dalam teori dan praktik manajemen.
3 komponenpendekatan contingency :

1. Lingkungan

2. Konsep-konsep dan teknik-teknik manajemen

3. Hubungan kontigensi keduanya
Bookmark and Share

organisasi tradisional

dalam setiap organisasi pasti mempunyai struktur, tingkatan, level dengan wewenang, tanggung jawab, kewajiban dan hak masing-masing. apa jadinya jika struktur yang telah disusun rapi, dipampang di dinding ruang meeting, ditampilkan di website perusahaan, dicetak pada company profile, disertakan pada setiap proposal yang diajukan, tetapi sejatinya struktur organisasi itu hanyalah nama dan jabatan yang dipajang tanpa mempunyai arti apa-apa.

itulah organisasi yang masih sangat sederhana. struktur yang dibuat hanya sebagai syarat terpenuhinya sekumpulan orang untuk disebut sebagai organinasi, yang pada kenyataan di dalamnya tidak dikenal namanya jalur perintah dan report, saling tumpang tindih pekerjaan karena seluruh bagian dalam organisasi dituntut untuk menjadi si serba bisa.

typical organisasi semacam ini sering ditemui dalam perusahaan atau organisasi yang baru dibagung. sebuah lembaga bisnis yang digawangi seorang teman mempunyai organisasi yang sangat simpel, terdiri dari seorang direktur (karena usaha yang didirikannya berupa PT), komisaris dan bawahannya beberapa orang yang bertanggung jawab terhadap produksi. sedangkan teman saya yang tadi bertanggung jawab sebagai organisator, marketing, finance, accounting, hrd dll. beruntung perusahaan yang didirikannya belum pernah mengalami sepi order jika hanya untuk menutupi biaya operasional setiap bulan, ditambah sedikit keuntungan.

tidak bisa dipungkiri, organisasi semacam itu pula banyak ditemui pada organisasi-organisasi yang sudah cukup terkenal atau bahkan perusahaan yang telah mempunyai brand yang cukup dikenal dalam skala nasional. strategi mengembangkan brand dulu sampai dikenal masyarakat, kemudian mengembangkan organisasi yang lebih professional menjadi pilihan beberapa pengusaha. ini memang baik, karena bagaimanapun juga sebuah organisasi perlu bahan bakar, perlu dana untuk menjalankannya. kala brand sudah cukup dikenal, secara otomatis permintaan akan mengalir dengan deras dan menggelembungkan pundi-pundi kekayaan organisasi, sampai saatnya cukup untuk menggaji karyawan tambahan untuk membangun organisasi.

memang benar apa yang dikatakan Purdi E Chandra dalam sebuah seminar, bahwa “memulai usaha itu tidak mesti dilakukan setelah semuanya siap, namun harus kita mulai saat ini dan terus menerus memperbaikinya sambil jalan”. menarik memang, asalkan si empunya perusahaan tidak terlena untuk bekerja sendiri sehingga lupa untuk mengembangkan organisasi.

pada prinsipnya, tidak salah untuk mengelola hampir semua kegiatan organisasi sendiri di awal pendirian organisasi. namun setelah organisasi berkembang, penambahan karyawan dan pendelegasian tugas adalah hal utama, sehingga sang pimpinan bisa memikirkan strategi yang lebih cerdas untuk perkembangan organisasi.

Posted in management

Minggu, 05 Juni 2011

Organisasi Kesehatan Dunia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Bendera WHO

Organisasi Kesehatan Dunia (bahasa Inggris: World Health Organization/WHO) adalah salah satu badan PBB yang bertindak sebagai sebagai koordinator kesehatan umum internasional dan bermarkas di Jenewa, Swiss. WHO didirikan oleh PBB pada 7 April 1948. Direktur Jendral sekarang adalah Margaret Chan (menjabat mulai 8 November 2006). WHO mewarisi banyak mandat dan persediaan dari organisasi sebelumnya, Organisasi Kesehatan, yang merupakan agensi dari LBB.
[sunting] Konstitusi dan Sejarah

Konstitusi WHO menyatakan bahwa tujuan didirikannya WHO "adalah agar semua orang mencapai tingkat kesehatan tertinggi yang paling memungkinkan". Tugas utama WHO yaitu membasmi penyakit, khususnya penyakit menular yang sudah menyebar luas.

WHO adalah salah satu badan-badan asli milik PBB, konstitusinya pertama kali muncul pada Hari Kesehatan Dunia yang pertama (7 April 1948) ketika diratifikasi ( Ratifikasi ) oleh anggota ke-26 PBB. Jawarharlal Nehru, seorang pejuang kebebasan utama dari India, telah menyuarakan pendapatnya untuk memulai WHO. Aktivitas WHO, juga sisa kegiatan Organisasi Kesehatan LBB (Liga Bangsa-bangsa), diatur oleh sebuah Komisi Interim seperti ditentukan dalam sebuah Konferensi Kesehatan Internasional pada musim panas 1946. Pergantian dilakukan melalui suatu Resolusi Majelis Umum PBB. Pelayanan epidemiologi Office International d'Hygiène Publique Prancis dimasukkan dalam Komisi Interim WHO pada 1 Januari 1947.
[sunting] Kegiatan dan Aktivitas

Selain mengatur usaha-usaha internasional untuk mengendalikan penyebaran penyakit menular, seperti SARS , malaria , tuberkulosis , flu babi dan AIDS , WHO juga mensponsori program-program yang bertujuan mencegah dan mengobati penyakit-penyakit seperti contoh-contoh tadi. WHO mendukung perkembangan dan distribusi vaksin yang aman dan efektif, diagnosa penyakit dan kelainan, dan obat-obatan. Setelah sekitar dua dekade (dua puluhan tahun) melawan variola , pada 1980 WHO menyatakan musnahnya penyakit cacar (variola) -- penyakit pertama dalam sejarah yang dimusnahkan dengan usaha manusia.

WHO menargetkan untuk memusnahkan polio dalam kurun waktu beberapa tahun lagi. Organisasi ini sudah meluncurkan HIV/AIDS Toolkit untuk Zimbabwe (dari 3 Oktober 2006), dengan standar internasional.

Ditambah lagi dalam tugasnya memusnahkan penyakit, WHO juga melaksanakan berbagai kampanye yang berhubungan dengan kesehatan -- contohnya, untuk meningkatkan konsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran di seluruh dunia dan berusaha mengurangi penggunaan tembakau . Para ahli bertemu di kantor pusat WHO di Jenewa pada bulan Februari 2007 dan melaporkan bahwa usaha mereka pada perkembangan vaksin influenza yang pandemik telah mencapai kemajuan yang bagus. Lebih dari 40 percobaan klinik (clinical trial) ( http://en.wikipedia.org/wiki/Clinical_trial ) telah selesai atau sedang berlangsung. Kebanyakan difokuskan pada orang dewasa yang sehat. Beberapa perusahaan, setelah menyelesaikan analisa keamanan pada orang dewasa, telah memulai percobaan klinik pada orang lanjut usia dan anak-anak. Sejauh ini semua vaksin aman dan dapat ditoleransi tubuh (diterima tubuh) pada semua tingkat usia.

organisasi pelajar

PII sebagai Aktualisasi Kesadaran Sosial

Tidak cukup alasan untuk tidak mengingat sebuah tilas yang penting. Pun tidak cukup alasan untuk terjebak pada sawan megalomania atas keagungan masa lalu. Dalam tapak tilas yang tidak melebih-lebihkan, tulisan ini hendak mengantarkan pada memori jangka panjang bangsa, bahwa dalam kurun 60 tahun lampau, tepatnya 4 Mei 1947, telah lahir Pelajar Islam Indonesia (PII), organisasi avant garde gerakan pelajar masa Orde Lama dan turut membuka gerbang kejayaan Orde Baru.

Alih-alih mengulas kilas historisitasnya, tulisan ini hendak meneguhkan realitas penting bahwa tidak selamanya pelajar terperiferi dalam percaturan kebangsaan. Dan sejatinya, pelajar memiliki modal sosial yang kehadirannya dalam dinamika kebangsaan menjadi mungkin.
PII bukan organisasi politik, namun kesadaran sosial (social consciousness) para kadernya menyokong organisasi tertua di Indonesia itu menyeruak di selisik jagad politik bangsa waktu itu. Apa lacur, pelajar yang merupakan segmen yang tak diperhitungkan dalam konstelasi politik, kehadirannya jadi semacam tamu istimewa. Sudah tercatat dalam sejarah bahwa PII turut berperan dalam Agresi Militer I dan II dalam wadah Brigade PII, melakukan perlawanan terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) yang puncaknya terjadi Peristiwa Kanigoro (Kanigoro Affair) dan membentuk Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) yang memberi andil terhadap kejatuhan Orde Lama—yang berarti mengantarkan pada kemunculan Orde Baru.
Bukan organisasi politik, tapi tidak abai terhadap politik. Begitu kira-kira sifat gerakan politik PII. Mungkin bukan politiknya yang penting, tapi kemampuan PII membawa diri dalam hiruk pikuk politik membuat organisasi ini seperti tak pernah tinggal diam. Walau sekedar bermain di ’tepian’, adanya pelajar yang peduli terhadap kondisi politik bangsanya layak mendapat apresiasi, semacam sebuah ibu jari yang terangkat!

Kalau dalam perjalanannya PII mengambil peran-peran politik, motivasi genialnya lebih pada akumulasi kesadaran sosial (social consciousness) pada kadernya itu. Respon-respon politik gerakan lebih sebagai bentuk kepedulian para kader terhadap kondisi kebangsaan. Dalam menganalisis motivasi pendiriannya, Djayadi (2006) mengungkap dua alasan, yakni motivasi keislaman dan motivasi kebangsaan. Dalam hemat penulis, adanya kesadaran sosial inilah kontekstualitas peran PII saat itu mengemuka, yakni saat menguatnya aliran ideologi kebangsaan dan perjuangan heroik pemuda pascakemerdekaan.

Kedasaran sosial inilah yang bersemayam dalam diri Yoesdi Ghozali, Anton Timur Djaelani, Amin Syahri dan Ibrahim Zarkasyi. Saat itu, tepat pukul 10.00 WIB pada tanggal 4 Mei 1947 di Jalan Margomulyo nomor 8 Yogyakarta mereka mendeklarasikan berdirinya PII. Pada masa itu, adanya dikotomi dalam dunia pendidikan, yakni antara pendidikan modern a la Barat dan pendidikan tradisional a la Pesantren menimbulkan jurang pemisah dan dikhawatirkan mengancam perkembangan bangsa dan umat Islam pada khususnya. Bagi para pendirinya, inisiatif pembentukan organisasi yang menjembatani (brigding) polarisasi dikotomis model pendidikan itu mungkin sebagai sebuah respon yang tidak berlebih-lebihan. Pun mereka tidak akan berpikir terlampau panjang bahwa jembatan itu akan terus dilewati oleh para kader penerusnya—bahkan sampai sekarang.

Kontinuitas gerakan yang disokong oleh para kader terlanggengkan oleh motivasi yang tak lekang oleh waktu. Idealitas akan kualitas pendidikan yang mengintegrasikan ilmu umum-sekuler sebagai produk pendidikan Barat dan ilmu khusus-agama sebagai produk pendidikan tradisional merupakan harapan terbentuknya manusia paripurna. Manusia paripurna ini diyakini tidak akan tergapai hanya dengan mengutamakan satu atas yang lainnya. Manusia paripurna ini mengakomodasi kemampuan-kemampuan dalam tiga ranah, yakni keahlian (skill), pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude).

Tampaknya, iklim pendidikan saat ini kurang memungkinkan kesadaran sosial yang genial. Beberapa alasan dapat diketengahkan sebagai penguat bahwa keberlangsungan pendidikan para pelajar saat ini makin jauh dari harapan atas terbentuknya manusia paripurna itu. Pertama, ada kecenderungan pengandalan pada satu institusi pendidikan, yakni sekolah. Institusi yang lain, yaitu keluarga dan masyarakat, hanya sebagai pelengkap—untuk tidak mengatakan pengebirian atas institusi selain sekolah. Maraknya sekolah-sekolah terpadu maupun sekolah-sekolah plus yang mengasramakan para peserta didiknya, atau menghabiskan waktu lebih banyak di sekolah diyakini mengurangi akses institusi keluarga dan masyarakat dalam mendidik seorang anak (pelajar). Kontrol berlebih oleh sekolah tidak memberi ruang bagi peserta didik untuk melihat dunia lain di luar sekolah. Memang, sekolah-sekolah semacam ini menjamur di tempat yang tepat, yakni masyarakat kota: tempat dimana keluarga dan masyarakat itu sendiri lebih suka cuci tangan dari tanggung jawab pendidikan generasi setelahnya.

Kedua, realitas pendidikan saat ini hanya menekankan pada aspek kognitif an sich. Adanya Ujian Nasional (UN) yang digunakan sebagai standar kelulusan peserta didik menyedot perhatian masyarakat untuk mementingkan aspek kognitif semata. Alih-alih meningkatkan kualitas kognitif, yang terjadi justru manipulasi peran-peran institusional pendidikan itu sendiri. Agar peserta didiknya mendapat nilai yang tinggi, seorang guru sebuah sekolah di Medan membacakan kunci jawaban soal pada saat ujian berlangsung, dan kejadian itu terus berlangsung sampai UN berakhir! (Kompas, 28 April 2006). Pada kasus lain, untuk menjamin peserta didik lulus UN, beberapa sekolah bahkan mempercayakan lembaga pendidikan untuk bekerjasama mempersiapkan siswanya menghadapi UN. Persisnya, ini merupakan tindakan ceroboh sekaligus merendahkan martabat sekolah yang tidak mampu mendidik (atau mengajar?) siswanya sendiri.

Ketiga, laksana gayung bersambut, kepercayaan pada institusi sekolah seiring jalan dengan ketidakpercayaan pada institusi keluarga dan masyarakat dalam mendidik anak. Keluarga, yang merupakan tempat belajar pertama seorang anak, seakan menyerah. Dalam kondisi tertentu, memang anggota keluarga tidak mampu menciptakan lingkungan yang hangat bagi perkembangan pendidikan anaknya sendiri, entah karena kesibukan orang tua ataupun infrastruktur keluarga yang labil. Sementara, orang tua juga tidak merasa lingkungan masyarakat menjamin perkembangan yang baik bagi anaknya. Kondisi carut marut masyarakat bukan sebagai tempat yang aman bagi anaknya. Praktis, orang tua lebih memilih sekolah terpadu atau sekolah plus sebagai miniatur masyarakat yang lebih terkontrol.

Kalau yakin bahwa kesadaran sosial itu akan bertumbuh tanpa lekang oleh waktu, PII diharapkan menyediakan diri sebagai tempat pertumbuhan kesadaran itu. Sebagai institusi pendidikan informal, PII jadi ruang belajar yang bisa diikuti oleh siapa pun. Diharapkan pula, kehadiran organisasi pelajar di masyarakat semacam PII disambut oleh orang tua bahwa tak selamanya masyarakat menyediakan tempat yang kelam bagi pendidikan seorang anak. Memang, di masyarakat itulah –dalam hal ini terwadahi oleh institusi pendidikan informal semacam PII—tempat bertumbuhnya kesadaran sosial yang genial. Sungguh-sungguh, bukan dibuat-buat, karena kesadaran sosial itu akan tumbuh seiring dengan problem sosial yang dihadapi.

Belajar tentang Kebersamaan

Membangun rakit dengan bahan-bahan drum, bambu, tali, untuk mengambil bendera di sasaran yang ditentukan, dalam sesi Building Raft.

Mendung menyelimuti kawasan danau di Situgunung, Cisaat, Sukabumi, pada Jumat, 15 Desember lalu. Tetapi, cuaca yang berubah cepat menjadi gerimis tipis itu sama sekali tidak menyurutkan langkah 41 peserta outbound management training untuk terus bekerja. Mereka berpacu melawan waktu untuk bisa menyelesaikan tugas lapangan terakhir. Sesi itu disebut Building Raft.

Mereka, dibagi dalam tiga regu, harus membangun rakit. Mereka mengemban tugas mengarungi danau, untuk mengambil bendera-bendera yang sudah diletakkan di titik-titik tertentu oleh fasilitator dari PT Binawana Sarana, operator outbound management training, yang mendampingi pelatihan itu.

Dalam tempo dua jam pekerjaan itu harus selesai. Fasilitator sudah menyediakan bahan-bahannya, yakni enam drum besar, beberapa bilah bambu panjang dan pendek, tali, life jacket, serta beberapa bilah bambu lebih pendek, papan seukuran kertas folio, dan tali-tali kecil. Tiga yang disebut terakhir itu harus dirangkai menjadi dayung.

Sekitar satu jam, satu kelompok berhasil menyelesaikan rakitnya. Dengan bersemangat mereka langsung terjun ke air, mendayung rakitnya, menuju sasaran. Tak berapa lama, rakit kedua menyusul. Malang bagi regu yang terakhir turun. Kesalahan konstruksi menyebabkan mereka harus mengulang membangun rakit. Tidak hanya sekali, namun dua kali.

Pada upaya ketiga, lagi-lagi rakit itu jebol berantakan ketika baru mengarungi jarak sekitar 25 meter. Nasib yang sama dialami regu kedua. Rakit jebol pada jarak sekitar 100 meter menjelang daratan.

Walau tidak semua berhasil, bahkan lewat beberapa menit dari waktu yang ditetapkan, fasilitator menilai peserta pelatihan mampu menyelesaikan tugas itu. Regu pertama dan regu kedua berhasil mengambil semua bendera di titik sasaran yang ditentukan, atas nama semua peserta. Mereka mampu menunjukkan kebersamaan dan kepedulian. Regu pertama menolong regu ketiga yang berjatuhan tercebur ke danau.

Kegagalan dievaluasi bersama-sama. Tak ada yang saling menyalahkan, yang muncul malah introspeksi diri. Tiga hari melewatkan waktu bersama- sama di alam, jauh dari rumah, rupanya semakin mengakrabkan mereka, yang sekalipun satu perusahaan, namun berasal dari bagian atau divisi berbeda.

Kerja Sama Kelompok

Mereka, peserta pelatihan itu, adalah karyawan PT Indonesia Comnet Plus. Perusahaan yang lebih dikenal melalui trade name Icon+ itu adalah anak perusahaan PT PLN (Persero) yang didirikan untuk mendukung perkembangan teknologi komunikasi dan informasi di Indonesia. "Sasaran utama pelatihan ini adalah membangun kerja sama kelompok yang berangkat dari kualitas individu, kepedulian, dan kecepatan," kata Ari Pambudi, fasilitator pada pelatihan itu.

Bukan tanpa tujuan sasaran itu dicanangkan. Dirut PT Indonesia Comnet Plus D Rochkadar Sukada sangat menyadari persaingan usaha yang mereka hadapi semakin ketat, bukan hanya saat ini namun juga di masa mendatang. Menyadari kenyataan itu pula, perusahaannya menyisihkan uang untuk mengirim lebih dari seratus karyawannya menjalani outdoor management training dalam tiga gelombang.

Tentu pelatihan semacam itu tidak serta-merta mendatangkan keuntungan bagi perusahaan, atau bahkan mendongkrak pendapatan. Namun, Rochkadar Sukada sangat menyadari aset paling berharga bagi perusahaannya adalah sumber daya manusianya. Ia menilai outdoor management training, yang juga pernah dijalaninya, mampu memberi andil dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia di perusahaannya.

"Memang tidak serta-merta pribadi demi pribadi, termasuk saya, akan mengubah sikap setelah menjalani pelatihan seperti ini," kata Ferro Aryo Hanendyo (24), salah seorang peserta, yang pernah mengikuti pelatihan manajemen indoor.

Namun, Ferro mengakui kegiatan yang baru diikutinya itu bermanfaat. Bukan hanya belajar tentang kebersamaan melalui kegiatan fisik bersama-sama seperti Bulding Raft ataupun High Ropes, tetapi juga sepanjang pelatihan itu ia belajar sabar, belajar mendengar, belajar melihat kelebihan orang lain, belajar mengetahui kelemahan diri sendiri melalui sesi-sesi di kelas.

"Belajar peduli kepada orang lain," ia menambahkan. Hal senada dikemukakan Syam Ardhi Yanuar (25).

Sejak hari pertama, fasilitator yang dipimpin Indrawati, mengajak peserta membedah nilai-nilai positif dan nilai-nilai negatif dalam kehidupan. Perlahan-lahan, berseling dengan kegiatan untuk membangun kekompakan atau kebersamaan, masing-masing peserta digiring untuk semakin membuka diri.

Sesi Feedback, misalnya, menjadi sesi yang sangat berat bagi sebagian peserta. Bergantian masing-masing peserta duduk di "kursi panas". Duduk bersila, menegakkan kepala dan badan, menutup mata, siapa pun yang duduk di "kursi panas" akan mendengarkan satu per satu teman yang duduk mengelilinginya, mengungkapkan sifat-sifat negatifnya. "Kamu tuh, orangnya nggak sabaran. Kamu nggak pernah memberi kesempatan orang lain untuk berbuat sesuatu karena ketidasabaranmu." Kalimat itu hanya salah satu contoh. Contoh lain, "Kamu tuh, orang yang nggak pernah serius menanggapi suatu masalah. Kamu orang yang terlalu banyak bercanda."

Pernyataan seperti itu memang bisa membuat kuping panas. Tetapi, semua harus mampu menjalani proses itu. Pada satu titik, fasilitator akan membimbing teman-teman itu untuk bergantian mengungkapkan sisi-sisi positif teman yang duduk di "kursi panas".

Ketika pernyataan demi pernyataan, negatif maupun positif berakhir, fasilitator akan membimbing "terdakwa" membuka mata, menyalam teman-teman di sekeliling. Sungguh saat-saat yang mengharukan, karena tak jarang acara itu diakhiri dengan saling berpelukan, diiringi lelehan air mata.

Tidak mudah, memang, seperti diakui Indrawati. Bukan hanya karena sering kali seseorang menyembunyikan nilai-nilai negatif, tetapi juga sering orang berlindung di balik topeng-topeng kepalsuan. Sesi seperti itu akan mampu orang membuka diri, karena feedback dilakukan tanpa prasangka negatif.